CATATAN SAKSI MATA ORANG EROPA TENTANG KEPAHLAWANAN USI LOUIS NOPE - KEIZEL AMANUBAN DAN RAKYAT AMANUBAN

 
CATATAN SAKSI MATA ORANG EROPA TENTANG KEPAHLAWANAN USI LOUIS NOPE - KEIZEL AMANUBAN DAN RAKYAT AMANUBAN


Jacques E. Arago


Berikut ini catatan Jacques Etiene Arago dalam bukunya berjudul “A NARATIVE VOYAGE ROUND THE WORLD” terbit tahun 1822, halaman 200, 201 dan 202.





Berikut terjemahannya :

 

Surat 64 (LXIV)

 

Kupang (Pulau Timor)

 

Kami Tiba di kupang pada saat masa sulit beradaptasi, untuk menilai keadaan dari koloni ini. Gubernur wilayah itu adalah Komandan pasukan dari sepuluh ribu pasukan tentara, yang bersiap untuk menentang usaha berani dari seorang Raja yang disebut Lous, seorang yang mereka katakan telah merubah standar pemberontakan.

 

Seorang Raja memberontak melawan seorang Gubernur!

Louis, Raja yang ke-7 di Kupang, adalah seorang yang beragama Kristen, putera dari Tobany, Raja dari Amanoebang (Amanuban), yang lokasinya terletak sejauh lima-hari* perjalanan ke arah Timur dari Kupang, dan terletak ditengah-tengah daerah penguasaan bangsa Belanda. Louis dididik di Kupang, dalam agama ayahnya, dan yang menggantikan ayahnya sebagai Raja. Sekitar sepuluh tahun sebelumnya, ia jenuh dari hidup yang tidak produktif dan ia haus akan kemuliaan, dia menyatakan perang terhadap raja-raja tetangganya, untuk menundukkan mereka pada pengaruhnya; tapi para raja-raja ini meminta bantuan kepada Belanda, yang tentu tidak menolak permintaan mereka dan sejak saat itu Louis dan Belanda hampir selalu berperang.

Sebagai Pemimpin segelintir prajurit, yang sepenuh hati mengabdikan diri untuk kepentingannya, Louis dari Amanuban tampaknya tidak takut pada upaya begitu banyak musuh yang bergabung. Sekali waktu, Louis pernah mendesak mereka dengan menawarkan perdamaian yang mulia, yang mana selama dalam perlindungan dan semangatnya yang berkobar telah memanggil kedalam wilayah kekuasaannya sejumlah besar orang-orang terkemuka dan pekerja yang cakap, dan mempunyai kecakapan dan cita rasa seni, sehingga telah melahirkan perdagangan dan industri. Sehingga pada akhirnya tangannya yang penuh kemenangan dan kejayaan telah membawanya ke pintu gerbang Kupang dimana, tujuh tahun yang lalu, dia menyebarkan semangat perjuangan, setelah membakar beberapa bangunan, diantaranya rumah Resident (Gubernur, red). Hasil dari tindakannya tersebut, mereka menyandangkan kepadanya sebuah gelar yaitu sebagai suatu aib yang memalukan.

(*jarak disini diukur hanya diukur menurut hari atau jam yang dibutuhkan untuk membawa mereka menjelajah. Liga dan mil tepatnya tidak diketahui)

Sekali lagi dia menyatakan dirinya independen; dan didalam kepemimpinanya dia memiliki enam ribu pasukan prajurit, yang dimana dua pertiga prajurit dipersenjatai dengan senapan dan menunggang kuda. Dia (Louis) mempunyai alasan untuk mempertahankan kemenangannya, yaitu untuk membebaskan rakyat dari kekuasaan yang lalim, dan menurunkan ke-14 Raja dari tahta mereka.

Senjata dari para prajuritnya adalah senapan, pentung, pedang, kelewang (keris?): keberanian mereka yang menakjubkan, dan kejeniusan pemimpin mereka, membuat mereka menjadi musuh yang tangguh dan sangat sulit untuk diatasi.

Louis adalah seorang yang lihai dan cerdas : dia sangat berhasil menabur pertikaian dan perselisihan dikalangan militer musuh-musuhnya namun dia bebas dari segala prasangka; sekalipun panah-panah musuh-musuhnya menutupi matahari, dia tetap akan berperang dibawah bayang-bayangnya. Termotivasi dari kemenangan pertamanya: dimana dia (Louis) telah membuat Belanda secara terpaksa harus membangun benteng di Babau, tempat dimana awalnya merupakan daerah jarahan Louis dan dimana ia selalu muncul untuk menyerang.

Dia bijaksana : di wilayah kekuasaannya dia telah mendirikan benteng pertahanan yang akan membuat takjub Belanda dan sekutu-sekutunya. Singkatnya, dia berjuang untuk kemerdekaan: sedangkan ke-14 Raja itu berjuang untuk perbudakan. Para prajurit Louis siap mati demi melindungi Pemimpin mereka itu: dan yang mengkhawatirkan adalah, bahwa para penduduk pulau yang berkumpul dibawah bendera Eropa akan meninggalkan kelompok mereka bahkan sebelum mereka pergi bertempur, atau meninggalkan barisan setelah dilakukannya pemeriksaan pertama.

Para pejuang Louis terikat kesetiaan kepadanya dengan perasaan penuh rasa terima kasih: sedangkan rasa takut sajalah yang telah menggerakan para penduduk kerajaan lainnya untuk berhimpun dibawah kekuasaan Belanda. Ada sekian banyak alasan yang kita miliki disini untuk mengira-ngira bahwa pemimpin pemberani ini (Louis) akan datang untuk menaklukan dan akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan pertandingan yang ditawarkan oleh pihak yang bersaing ini, dan ia akan diterima dengan rasa patriotisme dan kesadaran akan sebab atas tujuan yang adil dan mulia!.

Semua Raja, yang telah dipanggil oleh Belanda untuk mendukung mereka dalam perang ini, bersatu dan telah terikat untuk menempatkan diri mereka sebagai kepala pasukan mereka, atau setidaknya mengikut sertakan pasukannya ke markas besar. Raja Dengka membawa seribu orang; tetapi penyakit mencegah dia dari memimpin mereka ke pertempuran, dia (Raja Dengka) tidak mendapatkan ijin untuk kembali ke Kupang, sehingga dia diharuskan bersumpah, bahwa rakyatnya akan benar-benar setia kepada tujuan mereka yang mereka peluk untuk membantu Belanda. Akan tetapi, sebagaimana dipercayai oleh orang Melayu, sesuai dengan takhayul kuno, bahwa penyakit tidak pernah terjadi kecuali atas keinginan para dewa, dan mereka menerima itu sebagai suatu takdir. Ketika pemimpin mereka telah tertahan oleh sebab alasan ini, sehingga berpantang untuk turun berperang: dan oleh karena tahayul ini, menjadi penyebab yang sangat menguntungkan bagi kedudukan Louis, yang mana hal ini telah mengakibatkan desersi besar-besaran diantara para prajurit Dengka. Setidaknya ada dua peristiwa seperti itu yang telah terjadi, dan Louis hanya bisa menyesalinya sebab ia telah kehilangan kesempatan untuk memerangi mereka guna memperoleh kemuliaan.

Inggris telah melakukan dua ekspedisi melawan raja Louis; yang pertama pada tahun 1815, yang kedua pada tahun 1816, tanpa mampu menaklukkannya. Dia tinggi, cepat, dan bertindak secara gesit: keberaniannya sangat kuat, tetapi mengagumkan: rencananya sangat berani tetapi tidak mustahil: dia menghargai jasa, dan menghukum ketidakpatuhan. Tidak ada yang tidak mungkin, atau yang tidak menginginkan kemuliaan seorang Raja yang luar biasa ini. Tetapi seorang sejarawan yang mencatat tindakan berani orang ini sangat sulit membayangkan bagaimana sangat besar keberaniannya dan keyakinannya, serta begitu banyak jaringan yang menguntungkan, dapat diperolehnya justru dengan sumber daya yang terbatas.




DICATAT OLEH LOUIS DE FREYCINENT - KAPTEN KAPAL “URAINE”

 

Berikut ini adalah catatan oleh Kapten Louis de Freycinent, Kapten Kapal Prancis “URAINE” yang tiba di Kupang tahun 1818 dan ia mencatat tentang Louis Amanuban dalam bukunya berjudul “Voyage autour du monde” (Paris: Pillet AinĂ©, terbit 1825).

 

    

                                                                Kapten Louis de Freycinent


Bahasa asli :

Page - 495 [French visit to Kupang in October 1818] “The war that the Dutch wage against the ruler of Amanoubang necessitate, the establishment of a rather large military camp close to Coupang, to which every king allied to the Company was obliged to send his contingent and appear in person at the head of his troops. One of them, chief of the kingdom of Denka in Rottie Island, was among that number; however, he was forced to leave the army for health reasons, accompanie by the raja of the small island Dao and some of his officers.”

 

Page - 537 “In 1808, the raja Louis of Amanoubang, chief over one of the most powerful and rich kingdoms subjected to the Dutch, tired of the tyrannical domination that he and his people were subjected to, raised the standard of independence. His education had started in Coupang, where he was baptized; however, it was to Batavia itself that he went to supplement his knowledge that his natural activity made him desire, and that would one day become so hurtful for the oppressors of his land.

This act of insurrection was supported by all the means possible to ensure its success: the raja armed a large part of his subjects with assegais, sabres, war hatchets, and rifles; he equipped a body of cavalry, in fact not very numerous but formidable for these lands, and constructed three forts in order to protect his borders. The Dutch did not take any measures to forcefully repress these signs of rebellion; they no doubt hoped that negotiations and peaceful diplomatic weapons would be sufficient to stop it; but the audacity of the raja only inceased by this slowness.” 

[Kupang is occupied by the British]

Page - 538 “These events stopped the preparatory activities for war, indispensable to bring the raja of Amanoubang to obedience. The governor of Coupang finally reunited all his troops and those of the allies, in Timor as well as the dependent islands, and marched against the rebel prince in 1815. This first expedition did not produce any important result.

In the following year, the allied army returned to the field; as it wished to risk a battle, it experienced a violent failure, which forced it to take to flight; its losses amounted to 80 men, while the troops of the raja only lost six dead, and three prisoners who, in accordance with the custom of the country, were beheaded. The bad times stopped the two parties from making any military move in 1817; however, in 1818 the hostile acts started again; we apprised at our arrival to Coupang that that the two armies were around. The raja of Amanoubang, we were told, had 6,000 fighters, while the allied under the command of Mr. Resident Hazaart counted at least 10,000. Although one awaited, from day to day, a decisive battle, the warring parties still observed each other at our departure.

 

Terjemahan ke Bahasa Indonesia :

Louis de Freycinet, Voyage autour du monde (Paris: Pillet Ainé, 1825)

Halaman 495 : [Kunjungan orang Prancis ke Kupang pada Oktober 1818] :

“Perang yang dilancarkan Belanda melawan penguasa Amanoubang mengharuskan pendirian kamp militer yang agak besar di dekat Coupang, di mana setiap raja yang bersekutu dengan Kompeni wajib mengirim kontingennya dan muncul secara langsung sebagai kepala pasukannya. Salah satunya, kepala kerajaan Denka di Pulau Rottie, termasuk di antara jumlah itu; namun, dia terpaksa meninggalkan tentara karena alasan kesehatan, ditemani oleh raja pulau kecil Dao dan beberapa perwiranya.”

 

Halaman 537 “Pada tahun 1808, raja Louis dari Amanoubang, kepala salah satu kerajaan paling kuat dan kaya yang menolak upaya penjajahan oleh Belanda, yang lelah dengan dominasi tirani sehingga dia dan rakyatnya menolak upaya penjajahan ini, telah mengangkat standar kemerdekaan. Pendidikannya dimulai di Coupang, di mana dia dibaptis; namun, ke Batavia sendirilah dia pergi untuk menambah pengetahuannya sehingga kemampuan alaminya membuatnya penuh dengan semangat, dan karena itu suatu hari hal ini akan menjadi sangat menyakitkan bagi para penindas di negerinya.

Tindakan pemberontakan ini baru saja dimulai dan didukung dengan segala cara yang memungkinkan untuk memastikan keberhasilannya: raja ini mempersenjatai sebagian besar rakyatnya dengan assegais, pedang, kapak perang, dan senapan; dia melengkapi pasukan kavaleri, yang sebenarnya tidak terlalu banyak tetapi sangat tangguh untuk melawan negeri-negeri ini, dan membangun tiga benteng untuk melindungi perbatasannya. Belanda tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk sanggup menekan secara paksa tanda-tanda pemberontakan ini; dan mereka pasti berharap bahwa negosiasi dan gencatan senjata maupun upaya diplomatik secara damai akan cukup untuk menghentikannya; tetapi keberanian raja ini hanya semakin meningkat oleh kelambanan ini.”

 

[Kupang diduduki oleh Inggris]

Halaman 538 “Peristiwa ini menghentikan kegiatan persiapan perang, yang sangat diperlukan untuk membuat raja Amanoubang patuh. Gubernur Coupang akhirnya menyatukan kembali semua pasukannya dan pasukan sekutunya, di Timor serta pulau-pulau sekitarnya, dan mereka berbaris melawan pangeran pemberontak pada tahun 1815. Ekspedisi pertama ini tidak membuahkan hasil yang berarti. Pada tahun berikutnya, tentara sekutu kembali ke medan tempur; karena ingin mengambil risiko pertempuran, ia mengalami kegagalan penuh kerugian besar, yang memaksanya untuk melarikan diri dari pertempuran; kerugiannya berjumlah 80 orang, sedangkan pasukan raja [Louis] hanya kehilangan enam orang tewas, dan tiga tahanan yang, sesuai dengan kebiasaan di negara itu, dipenggal. Masa-masa sulit ini menghentikan kedua pihak untuk melakukan operasi militer apa pun pada tahun 1817; namun, pada tahun 1818 aksi permusuhan dimulai lagi; kami memberi tahu pada saat kedatangan kami di Coupang bahwa kedua pasukan itu ada di sekitar situ. Mengenai Raja Amanoubang, kami diberitahu, bahwa ia memiliki 6.000 pejuang, sedangkan sekutu di bawah komando Tuan Residen Hazaart menghitung setidaknya 10.000. Meskipun yang seorang menunggu yang lainnya, dari hari ke hari, pertempuran yang menentukan, pihak-pihak yang bertikai masih saling mengamati saat keberangkatan kami”.

 








Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH TIMOR : BENARKAH ORANG TIMOR BUTA HURUF?

Seri Sejarah Timor : GUBERNUR PALING JENIUS DALAM SEJARAH KUPANG (Bagian I)

TUA ADAT NAILEU (DESA TETANGGA BOTI) Kepada Kepala BPN - Laob Tumbesi pelanggaran HAM